Rabu, 23 Juli 2014

Penggunaan Amelioran Pada Tanah yang Bereaksi Asam



I. PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang.

Istilah asam atau basa untuk tanah sangat erat kaitannya dengan reaksi tanahnya. Reaksi tanah asam, basa atau netral dilambangkan dengan angka, yaitu derajat keasaman dari tanah. Sukses tidaknyapembudidayaan tanaman tergantung pada derajat keasaman dari tanah itu sendiri.

Bila  tanah terlalu asam atau terlalu basa maka tanaman akan tumbuh kurang sempurna sekalipun masih bisa tumbuh dan menghasilkan. Memang ada tanaman tertentu yang senang tumbuh pada tanah asam ataupun basa. Namun karena kebanyakan tanah pertanian di Indonesia bersifat netral maka orangpun kurang membicarakan mengenai tanah tersebut.

Secara alami, tanah asam umumnya ditemukan di daerah dataran tinggi, lahan-lahan yang baru dibuka, dan lahan yang sistem irigasi atau drainase kurang baik. Namun belakangan ini tanah pertanian yang tadinya netral berubah menjadi asam akibat cara pembudidayaan yang dilakukan pada tanah tersebut. Biasanya tanah dapat berubah menjadi asam karena ditanami terus-menerus, pengolahan tanah intensif, dan pemakaian pupuk anorganik secara terus-menerus.

Mengingat reaksi tanah sangat menentukan dalam pembudidayaan tanaman (khususnya kedelai), maka para Penyuluh Pertanian dan petani sangat penting untuk mengetahuinya. Hal-hal yang perlu diketahui dalam pengelolaan tanah yang bereaksi asam antara lain : tingkat keasaman tanah pada lahan budidaya, jenis dan jumlah bahan amelioran yang dapat digunakan untuk menetralisir tanah asam atau basa dan teknik apilikasinya. 
1.2.  Tujuan.
a.   Agar petani tahu pentingnya mengetahui tingkat keasaman tanah garapannya.
b.   Agar petani tahu tingkat keasaman tanah garapannya.
c.   Agar petani tahu dosis dan cara pemberian kapur untuk berbagai tingkat keasaman tanah.
d.   Agar petani tahu manfaat pemberian amelioran untuk menetralisir tanah masam beserta teknik aplikasinya.

II.  DERAJAT KEASAMAN TANAH.

Potential of Hydrogen (pH) tanah merupakan ukuran keasaman atau kebasaan dalam tanah. Keasaman tanah ditentukan oleh kadar atau kepekatan hidrogen yang beredar di dalam tanah. Jika kepekatan ion hidrogen (H+)di dalam tanah terlalu tinggi maka tanah disebut asam. Sebaliknya bila kepekatan ion hidrogen terlalu rendah maka tanah tersebut basa. Pada kondisi ini kadar kation OH- lebih tinggi dari ion OH+.

Besarnya keasaman dan kebasaan tanah dinyatakan dalam gram mol per liter (gmol/l). Bilangan kepekatan tanah ini begitu kecil sehingga penulisannya dengan angka pecahan, misalnya 1/10.000 gmol/l atau 1/10.000.000 gmol/l dst. Dalam penulisannya dapat dipersingkat dengan dengan angka 10 berpangkat negatif, misalnya 10-5 (logaritma lima negatif). Angka logaritma negatif dari kepekatan ion hidrogen inilah yang disebut sebagai derajat keasaman (pH).

pH didefinisikan sebagai logaritma negatif dari aktivitas ion hidrogen (H+) dalam larutan. Hal ini berkisar dari 0 sampai dengan 14 dengan 7 menjadi netral. Dengan variasi angka ini maka timbul istilah : asam kuat, sangat asam, agak asam, asam, nertal, agak basa, basa dan basa kuat. pH di bawah 7 bersifat asam dan di atas 7 adalah basa.

pH tanah dianggap sebagai variabel master dalam tanah karena mengendalikan banyak proses kimia yang terjadi. Secara khusus mempengaruhi ketersediaan nutrisi tanaman dengan mengendalikan bentuk kimia dari zat gizi tersebut. Rentang pH optimum untuk kebanyakan tanaman adalah antara 6 dan 7,5, namun banyak tanaman telah beradaptasi untuk berkembang pada pH di luar kisaran ini.
Istilah reaksi tanah digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman (acidity) atau kebasaan (alkalinity) suatu tanah dalam keadaan lembab. Reaksi tanah ditentukan oleh konsentrasi ion H+ dan OHˉ dalam larutan tanah bila dalam tanah ditemukan ion H+ lebih besar dari ion OHˉ  maka disebut netral. Dalam sistem alami pH tanah dipengaruhi oleh mineralogi, iklim dan pelapukan.
Pengolahan tanah sering kali mengubah pH alami dari tanah akibat dari pupuk nitrogen penghasil asam atau akibat pengambilan basa-basa kalium (K), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Tanah yang mengandung mineral penghasil sulfur dapat menyebabkan kondisi tanah menjadi sangat asam apabila mineral tersebut terkena udara bebas.

Ada 2 pengertian pH tanah yaitu pH aktual dan pH potensial. pH aktual adalah pH yang menunjukkan konsentrasi ion H+ baik yang berada di dalam larutan tanah maupun yang berada di dalam larutan serapan. Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh pH tanah baik langsung maupun tidak langsung.

Penentuan pH secara aktual ditentukan dengan senyawa H2O dan kemasaman atau pH yang terukur merupakan nilai konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah. Ion H+ yang berasal dari larutan N2O tidak mampu mendesak ion H+ yang ada didalam kisi-kisi tanah. Untuk pH dengan senyawa KCl akan akibat terdesaknya ion H+ yang berada didalam kompleks serapan tanah oleh ion H+ . Oleh karena itu, ion H+ yang ada terdesak keluar sehingga konsentrasi H- pada larutan tanah bertambah mengakibatkan nilai pH turun dengan demikian mengakibatkan pH potensial lebih kecil  dari pada pH aktual.

III.  ALAT PENGUKUR pH TANAH.

Pengukuran pH tanah bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan kertas lakmus, pH indikator dan pH meter


                       IV.  MASALAH KEASAMAN TANAH
 
Masalah tanah masam sangat kompleks. Tanah asam akan mempengaruhi keadaan tanah dan pertumbuhan tanaman. Ketersediaan unsur hara di dalam tanah asam sangat kecil. Unsur hara yang sulit tersedia di dalam tanah antara lain kalsium, magnesium, fosfor dan molibdenum. Jika unsur-unsur tersebut sangat kurang tanaman akan menderita seumur hidupnya. Akibat terparah adalah tanaman akan keracunan aluminium karena terlarut di dalam tanah. Aliminium tidak bersifat racum jika terikat oleh tanah.
Keracunan pada tanaman akibat tanah asam dapat dilihat dari gejalanya. Pada beberapa tanaman palawija seperti jagung, kedelai dan sorgum memperlihatkan kelainan pada sistem perakarannya. Akar tidak dapat berkembang bahkan tumbuh membengkok seperti kail.
Masalah yang umumnya terjadi pada tanah asam antara lain:
1.  Terakumulasinya ion H+ pada tanah sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.            
2.  Tingginya kandungan Al3+ sehingga menjadi racun bagi tanaman.
3.  Kekurangan unsur hara Ca dan Mg
4.  Kekurangan unsur hara P karena terikat oleh Al3+
5.  Berkurangnya unsur Mo sehingga proses fotosintesis terganggu, dan
6.  Keracunan unsur mikro yang memiliki kelarutan yang tinggi pada tanah asam.

 V.   BAHAN AMELIORAN DAN APLIKASINYA.

5.1. Bahan Amelioran.

Bahan amelioran adalah bahan yang mampu memperbaiki atau membenahi kondisi fisik dan kesuburan tanah. Amelioran adalah bahan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia. Kriteria amelioran yang baik adalah memiliki kejenuhan basa (KB) yang tinggi, mampu meningkatkan derajat pH secara nyata, mampu memperbaiki struktur tanah, memiliki kandungan unsur hara yang lengkap, dan mampu mengusir senyawa beracun terutama asam-asam organik. Amelioran dapat berupa bahan organik maupun anorganik. Beberapa bahan amelioran yang sering digunakan adalah kapur, tanah mineral, pupuk kandang, kompos dan abu.

Pemberian bahan amelioran seperti pupuk organik, tanah mineral, zeolit, dolomit, fosfat alam, pupuk kandang, kapur pertanian, abu sekam, purun tikus (Eleocharis dulcis) dapat meningkatkan pH tanah dan basa-basa tanah (Subiksa et al., 1997; Mario, 2002; Salampak, 1999). Penambahan bahan-bahan amelioran yang banyak mengandung kation polivalen juga dapat mengurangi pengaruh buruk asam-asam organik beracun.
Pada umumnya, pH tanah yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman agar optimal adalah pH tanah netral yaitu 6,5-7,0 karena pada kondisi pH netral unsur hara dapat tersedia secara optimal dan mikroorganisme dapat berkembang dengan maksimal.
5.2. Pemberian Kapur.
Dari beberapa bahan amelioran yang disebutkan di atas, maka kapur adalah bahan yang dapat bereakasi lebih cepat untuk menetraliisir tanah yang bereaksi asam sehingga kapur merupakan pilihan utama.
a.  Jenis-jenis Kapur.
Jenis kapur yang biasa digunakan sebagai bahan untuk menetralisir tanah asam adalah :
1)   Kapur Tohor.
Kaput tohor merupakan jenis kapur yang pembuatannya melalui proses pembakaran. Kapur ini dikenal sebagai kapur sirih karena biasa dimakan orang bersama sirih. Bahannya berupa kapur gunung dan kulit kerang. Secara ilmiah, sebenarnya kapur tohor adalah kalsium oksida sehingga sering dijuluki kapur oksida dengan rumus kimia CaO.
2)   Kapur Tembok.
Kapur tembok merupakan jenis kapur hasil pembakaran pada kapur tohor dengan menambahkan air batua kapur. Kapur inilah yang biasa digunakan untuk mengapur tembok. Kapur tembok pun dikenal sebagai kapur hidroksida dengan rumus kimia Ca(OH)2.
3)   Kapur Karbonat.
Kapur karbonat merupakan jenis kapur yang bahannya berasal dari batuan kapur yang bukan melalui proses pembakaran, tetapi langsung digiling. Kapur karbonat ada dua macam yaitu kalsit dan dolomit. Jika bahan bakunya lebih banyak mengandung kalsium karbonat dan sedikit magnesium karbonat maka kapur ini disebut kalsit (CaCO3). Sementara itu jika bahan bakunya banyak mengandung kalsium karbonat dan magnesium karbonat maka kapur ini disebut dolomit (CaMgCO3).
b.  Jumlah Pemberian Kapur
Untuk tanah-tanah yang bersifat asam agar pH-nya meningkat mendekati netral, maka di perlukan pengapuran. Besarnya pengapuran tergantung dari :
1)   pH tanah yang diperlukan oleh tanaman. Setiap macam tanaman memerlukan pH yang relatif berbeda.
2)   Bentuk kapur dan kehalusannya sehingga dipertimbangkan beberapa hal yang sangat penting, yaitu:
a.  Jaminan kimia dari kapur yang bersangkutan.
b.  Harga tiap ton yang diberikan pada tanah.
c.  Kecepatan bereaksi dengan tanah.
d.  Kehalusan batu kapur.
e.  Penyimpanan, pendistribusian, penggunaan karung atau curahan.
Jumlah kapur yang diberikan harus ditetapkan berdasarkan perkiraan yang tepat berapa kenaikan pH yang diinginkan, tekstur, struktur dan kandungan bahan organik tanah lapisan olah. Tekstur tanah yang semakin berat akan memerlukan jumlah kapur yang semakin banyak. Struktur tanah lapisan olah yang dibentuk dengan pengolahan tanah tidak selalu seragam bagi masing-masing jenis tanah, hal ini juga mempengaruhi jumlah kapur yang diberikan. Makin halus butiran agregat tanah, makin banyak kapur yang dibutuhkan. Demikian pula pH, tekstur dan struktur lapisan bawah tanah (subsoil), karena pH yang rendah atau lebih tinggi dari pH lapisan olah menjadi pertimbangan berapa jumlah kapur yang harus diberikan.
Cara untuk menghitung kebutuhan kapur biasanya dengan mengkalibrasikan dengan kandungan Al-dd. Yaitu dengan cara :
-   Jika diketahui kebutuhan kapur = 1 x Al-dd artinya 1 me Ca/100g tanah untuk menetralkan 1 me Al/100 g tanah.
-   1 me Ca/100 gr tanah = Berat Atom Ca/Valensi x me Ca/100 g tanah
-   1 me Ca/100 gr tanah = 40/2 x 1 me Ca/100 g tanah
-   = 20 mg Ca/100 g tanah
-   = 200 mg Ca/1 kg tanah x 2 x 106
-   (asumsi kedalaman tanah 20 cm, BV = 1 gr/cm3)
-   = 400 kg Ca/ha
Berikut adalah tabel jumlah pemberian kapur dolomit untuk berbagai tingkat keasaman tanah.
Dosis Dolomit Untuk Menetralisisr Tanah Asam :
pH Tanah
Dosis Dolomit (Ton/Ha)
4,0
10,24
4,3
8,82
4,5
7,87
4,7
6,91
5,0
5,49
5,3
4,08
5,5
3,12
5,7
2,17
5,9
1,23
6,0
0,75
c.  Manfaat Pengapuran
1)   Menaikkan pH tanah
2)   Menambah unsur-unsur Ca dan Mg            
3)   Menambah ketersediaan unsur-unsur P dan Mo
4)   Mengurangi keracunan Fe, Mn, dan Al.
5)   Memperbaiki kehidupan mikroorganisme dan memperbaiki pembentukan bintil-bintil akar.
d.  Cara Pemberian Kapur.
Kapur diberikan 1 – 2 minggu sebelum tanam bersamaan dengan pengolahan tanah kedua (penghalusan agregat tanah) sehingga tercampur merata pada separuh permukaan tanah olah. Kecuali pada tanah padang rumput yang tidak dilakukan pengolahan tanah diberikan di permukaan tanah olah. Pemberian kapur dengan alat penebar mekanik bermotor atau traktor akan lebih efektif dan efisien pada lahan pertanian yang luas.
Pengapuran harus disertai pemberian bahan organik tanah atau pengembalian sisa panen ke dalam tanah. Hal ini sangat penting untuk menghindari pemadatan tanah dan pencucian, serta meningkatkan efek pemupukan. Selain itu efek bahan organik terhadap pH tanah menyebabkan reaksi pertukaran ligand antara asam-asam organik dengan gugus hidroksil dari besi dan aluminium hidroksida yang membebaskan ion OH-. Di samping itu, elekrton yang berasal dari dekomposisi bahan organik dapat menetralkan sejumlah muatan positif yang ada dalam sistem kolid sehingga pH tanah meningkat (Hue, 1992; Yu, 1989).
Pengapuran pada tanah asam harus memperhatikan beberapa hal yang penting, yaitu :
Waktu pengapuran yang paling baik adalah pada saat penghujung musim kemarau, apabila hujan sedang giat-giatnya turun, maka sebaiknya pengapuran janganlah di lakukan.
Sebaiknya dosis kapur yang di berikan jangan sampai over, karena bisa menyebabkan tanah menjadi basa, jika tanah basa maka harus di beri belerang, dan hal ini sungguh sangat merepotkan. Untuk tanah yang terlalu asam, di anjurkan untuk melakukan pengapuran secara bertahap, misalnya setelah pengapuran pertama berjalan 2-3 minggu kemudian tanah di kapur lagi.


 

VI.  KESIMPULAN DAN SARAN

1.  Mengetahui tingkat keasaman tanah merupakan hal yang sangat penting dalam rangka penetapan langkah-langkah selanjutnya pemberdayaan lahan budidaya.
2.  Mengingat pentingnya mengetahui tingkat keasaman tanah maka para Penyuluh Pertanian sebaiknya dibekali dengan alat pengukur pH tanah agar setiap saat dapat mengunakannya.
3.  Menempatkan tingkat keasaman tanah dan penggunaan amelioran sebagai materi utama dalam penyuluhan pertanian khususnya untuk budidaya tanaman kedelai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar