I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.
Istilah asam atau basa untuk tanah sangat erat kaitannya
dengan reaksi tanahnya. Reaksi tanah asam, basa atau netral dilambangkan dengan
angka, yaitu derajat keasaman dari tanah. Sukses tidaknyapembudidayaan tanaman tergantung
pada derajat keasaman dari tanah itu sendiri.
Bila tanah terlalu
asam atau terlalu basa maka tanaman akan tumbuh kurang sempurna sekalipun masih
bisa tumbuh dan menghasilkan. Memang ada tanaman tertentu yang senang tumbuh
pada tanah asam ataupun basa. Namun karena kebanyakan tanah pertanian di
Indonesia bersifat netral maka orangpun kurang membicarakan mengenai tanah
tersebut.
Secara alami, tanah asam umumnya ditemukan di daerah
dataran tinggi, lahan-lahan yang baru dibuka, dan lahan yang sistem irigasi
atau drainase kurang baik. Namun belakangan ini tanah pertanian yang tadinya
netral berubah menjadi asam akibat cara pembudidayaan yang dilakukan pada tanah
tersebut. Biasanya tanah dapat berubah menjadi asam karena ditanami
terus-menerus, pengolahan tanah intensif, dan pemakaian pupuk anorganik secara
terus-menerus.
Mengingat reaksi tanah sangat menentukan dalam
pembudidayaan tanaman (khususnya kedelai), maka para Penyuluh Pertanian dan
petani sangat penting untuk mengetahuinya. Hal-hal yang perlu diketahui dalam
pengelolaan tanah yang bereaksi asam antara lain : tingkat keasaman tanah pada
lahan budidaya, jenis dan jumlah bahan amelioran yang dapat digunakan untuk
menetralisir tanah asam atau basa dan teknik apilikasinya.
1.2. Tujuan.
a.
Agar petani tahu pentingnya mengetahui tingkat keasaman
tanah garapannya.
b.
Agar petani tahu tingkat keasaman tanah garapannya.
c.
Agar petani tahu dosis dan cara pemberian kapur untuk
berbagai tingkat keasaman tanah.
d.
Agar petani tahu manfaat pemberian amelioran untuk menetralisir
tanah masam beserta teknik aplikasinya.
II.
DERAJAT KEASAMAN TANAH.
Potential of
Hydrogen (pH) tanah merupakan ukuran keasaman
atau kebasaan dalam tanah. Keasaman tanah ditentukan oleh kadar atau kepekatan
hidrogen yang beredar di dalam tanah. Jika kepekatan ion hidrogen (H+)di
dalam tanah terlalu tinggi maka tanah disebut asam. Sebaliknya bila kepekatan
ion hidrogen terlalu rendah maka tanah tersebut basa. Pada kondisi ini kadar
kation OH- lebih tinggi dari ion OH+.
Besarnya keasaman dan kebasaan tanah dinyatakan dalam
gram mol per liter (gmol/l). Bilangan kepekatan tanah ini begitu kecil sehingga
penulisannya dengan angka pecahan, misalnya 1/10.000 gmol/l atau 1/10.000.000
gmol/l dst. Dalam penulisannya dapat dipersingkat dengan dengan angka 10
berpangkat negatif, misalnya 10-5 (logaritma lima negatif). Angka
logaritma negatif dari kepekatan ion hidrogen inilah yang disebut sebagai
derajat keasaman (pH).
pH didefinisikan sebagai logaritma negatif dari aktivitas
ion hidrogen (H+) dalam larutan. Hal ini berkisar dari 0 sampai
dengan 14 dengan 7 menjadi netral. Dengan variasi angka ini maka timbul istilah
: asam kuat, sangat asam, agak asam, asam, nertal, agak basa, basa dan basa
kuat. pH di bawah 7 bersifat asam dan di atas 7 adalah basa.
pH tanah dianggap sebagai variabel master dalam tanah
karena mengendalikan banyak proses kimia yang terjadi. Secara khusus
mempengaruhi ketersediaan nutrisi tanaman dengan mengendalikan bentuk kimia
dari zat gizi tersebut. Rentang pH optimum untuk kebanyakan tanaman adalah
antara 6 dan 7,5, namun banyak tanaman telah beradaptasi untuk berkembang pada
pH di luar kisaran ini.
Istilah reaksi tanah digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman (acidity) atau kebasaan (alkalinity) suatu tanah dalam keadaan
lembab. Reaksi tanah ditentukan oleh konsentrasi ion H+ dan OHˉ
dalam larutan tanah bila dalam tanah ditemukan ion H+ lebih
besar dari ion OHˉ maka disebut netral. Dalam sistem alami pH tanah
dipengaruhi oleh mineralogi, iklim dan pelapukan.
Pengolahan tanah sering kali mengubah pH alami dari tanah
akibat dari pupuk nitrogen penghasil asam atau akibat pengambilan basa-basa
kalium (K), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Tanah yang mengandung mineral
penghasil sulfur dapat menyebabkan kondisi tanah menjadi sangat asam apabila
mineral tersebut terkena udara bebas.
Ada 2 pengertian pH tanah yaitu pH aktual dan pH
potensial. pH aktual adalah pH yang menunjukkan konsentrasi ion H+
baik yang berada di dalam larutan tanah maupun yang berada di dalam larutan
serapan. Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh pH tanah baik langsung
maupun tidak langsung.
Penentuan pH secara aktual ditentukan dengan senyawa H2O
dan kemasaman atau pH yang terukur merupakan nilai konsentrasi ion H+
dalam larutan tanah. Ion H+ yang berasal dari larutan N2O
tidak mampu mendesak ion H+ yang ada didalam kisi-kisi tanah. Untuk
pH dengan senyawa KCl akan akibat terdesaknya ion H+ yang berada
didalam kompleks serapan tanah oleh ion H+ . Oleh karena itu, ion H+
yang ada terdesak keluar sehingga konsentrasi H- pada larutan
tanah bertambah mengakibatkan nilai pH turun dengan demikian mengakibatkan pH
potensial lebih kecil dari pada pH aktual.
III.
ALAT PENGUKUR pH TANAH.
Pengukuran pH tanah bisa dilakukan dengan
beberapa cara yaitu dengan kertas lakmus, pH indikator dan pH meter
Masalah tanah masam sangat kompleks. Tanah asam akan mempengaruhi keadaan
tanah dan pertumbuhan tanaman. Ketersediaan unsur hara di dalam tanah asam
sangat kecil. Unsur hara yang sulit tersedia di dalam tanah antara lain
kalsium, magnesium, fosfor dan molibdenum. Jika unsur-unsur tersebut sangat
kurang tanaman akan menderita seumur hidupnya. Akibat terparah adalah tanaman
akan keracunan aluminium karena terlarut di dalam tanah. Aliminium tidak
bersifat racum jika terikat oleh tanah.
Keracunan pada tanaman akibat tanah asam dapat dilihat dari gejalanya. Pada
beberapa tanaman palawija seperti jagung, kedelai dan sorgum memperlihatkan
kelainan pada sistem perakarannya. Akar tidak dapat berkembang bahkan tumbuh
membengkok seperti kail.
Masalah yang umumnya terjadi pada tanah asam antara lain:
1.
Terakumulasinya ion H+ pada
tanah sehingga menghambat pertumbuhan
tanaman.
2.
Tingginya kandungan Al3+
sehingga menjadi racun bagi tanaman.
3.
Kekurangan unsur hara Ca dan Mg
4.
Kekurangan unsur hara P karena
terikat oleh Al3+
5.
Berkurangnya unsur Mo sehingga
proses fotosintesis terganggu, dan
6.
Keracunan unsur mikro yang
memiliki kelarutan yang tinggi pada tanah asam.
V.
BAHAN AMELIORAN DAN APLIKASINYA.
5.1. Bahan
Amelioran.
Bahan amelioran adalah bahan yang mampu memperbaiki atau
membenahi kondisi fisik dan kesuburan tanah. Amelioran adalah bahan yang dapat
meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia.
Kriteria amelioran yang baik adalah memiliki kejenuhan basa (KB) yang tinggi,
mampu meningkatkan derajat pH secara nyata, mampu memperbaiki struktur
tanah, memiliki kandungan unsur hara yang lengkap, dan mampu mengusir
senyawa beracun terutama asam-asam organik. Amelioran dapat berupa bahan
organik maupun anorganik. Beberapa bahan amelioran yang sering digunakan adalah
kapur, tanah mineral, pupuk kandang, kompos dan abu.
Pemberian bahan amelioran seperti pupuk organik, tanah
mineral, zeolit, dolomit, fosfat alam, pupuk kandang, kapur pertanian,
abu sekam, purun tikus (Eleocharis dulcis) dapat meningkatkan pH tanah
dan basa-basa tanah (Subiksa et al., 1997; Mario, 2002; Salampak, 1999).
Penambahan bahan-bahan amelioran yang banyak mengandung kation polivalen
juga dapat mengurangi pengaruh buruk asam-asam organik beracun.
Pada umumnya, pH tanah yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanaman agar
optimal adalah pH tanah netral yaitu 6,5-7,0 karena pada kondisi pH netral
unsur hara dapat tersedia secara optimal dan mikroorganisme dapat berkembang
dengan maksimal.
5.2.
Pemberian Kapur.
Dari beberapa bahan amelioran yang disebutkan di
atas, maka kapur adalah bahan yang dapat bereakasi lebih cepat untuk
menetraliisir tanah yang bereaksi asam sehingga kapur merupakan pilihan utama.
a.
Jenis-jenis Kapur.
Jenis kapur yang biasa digunakan sebagai bahan untuk menetralisir tanah
asam adalah :
1)
Kapur Tohor.
Kaput tohor merupakan jenis kapur yang pembuatannya melalui proses
pembakaran. Kapur ini dikenal sebagai kapur sirih karena biasa dimakan orang
bersama sirih. Bahannya berupa kapur gunung dan kulit kerang. Secara ilmiah,
sebenarnya kapur tohor adalah kalsium oksida sehingga sering dijuluki kapur
oksida dengan rumus kimia CaO.
2)
Kapur Tembok.
Kapur tembok merupakan jenis kapur hasil pembakaran pada kapur tohor dengan
menambahkan air batua kapur. Kapur inilah yang biasa digunakan untuk mengapur
tembok. Kapur tembok pun dikenal sebagai kapur hidroksida dengan rumus kimia
Ca(OH)2.
3) Kapur Karbonat.
Kapur karbonat merupakan jenis kapur yang bahannya berasal dari batuan
kapur yang bukan melalui proses pembakaran, tetapi langsung digiling. Kapur
karbonat ada dua macam yaitu kalsit dan dolomit. Jika bahan bakunya lebih
banyak mengandung kalsium karbonat dan sedikit magnesium karbonat maka kapur
ini disebut kalsit (CaCO3). Sementara itu jika bahan bakunya banyak mengandung
kalsium karbonat dan magnesium karbonat maka kapur ini disebut dolomit
(CaMgCO3).
b.
Jumlah Pemberian Kapur
Untuk tanah-tanah yang bersifat asam agar pH-nya meningkat mendekati
netral, maka di perlukan pengapuran. Besarnya pengapuran tergantung dari :
1)
pH tanah yang diperlukan oleh
tanaman. Setiap macam tanaman memerlukan pH yang relatif berbeda.
2)
Bentuk kapur dan kehalusannya sehingga
dipertimbangkan beberapa hal yang sangat penting, yaitu:
a.
Jaminan kimia dari kapur yang bersangkutan.
b.
Harga tiap ton yang diberikan
pada tanah.
c.
Kecepatan bereaksi dengan
tanah.
d. Kehalusan batu kapur.
e. Penyimpanan, pendistribusian, penggunaan karung atau curahan.
Jumlah kapur yang diberikan harus ditetapkan berdasarkan perkiraan yang
tepat berapa kenaikan pH yang diinginkan, tekstur, struktur dan kandungan bahan
organik tanah lapisan olah. Tekstur tanah yang semakin berat akan memerlukan
jumlah kapur yang semakin banyak. Struktur tanah lapisan olah yang dibentuk
dengan pengolahan tanah tidak selalu seragam bagi masing-masing jenis tanah, hal
ini juga mempengaruhi jumlah kapur yang diberikan. Makin halus butiran agregat
tanah, makin banyak kapur yang dibutuhkan. Demikian pula pH, tekstur dan
struktur lapisan bawah tanah (subsoil), karena pH yang rendah atau lebih tinggi
dari pH lapisan olah menjadi pertimbangan berapa jumlah kapur yang harus
diberikan.
Cara untuk menghitung kebutuhan kapur biasanya dengan mengkalibrasikan
dengan kandungan Al-dd. Yaitu dengan cara :
- Jika diketahui kebutuhan kapur = 1 x Al-dd artinya 1 me Ca/100g tanah untuk
menetralkan 1 me Al/100 g tanah.
- 1 me Ca/100 gr tanah = Berat Atom Ca/Valensi x me
Ca/100 g tanah
- 1 me Ca/100 gr tanah = 40/2 x 1 me Ca/100 g tanah
-
= 20 mg Ca/100 g tanah
-
= 200 mg Ca/1 kg tanah x 2 x 106
-
(asumsi kedalaman tanah 20 cm,
BV = 1 gr/cm3)
-
= 400 kg Ca/ha
Berikut adalah tabel jumlah pemberian kapur dolomit untuk berbagai tingkat
keasaman tanah.
Dosis Dolomit Untuk Menetralisisr Tanah Asam :
pH Tanah
|
Dosis Dolomit (Ton/Ha)
|
4,0
|
10,24
|
4,3
|
8,82
|
4,5
|
7,87
|
4,7
|
6,91
|
5,0
|
5,49
|
5,3
|
4,08
|
5,5
|
3,12
|
5,7
|
2,17
|
5,9
|
1,23
|
6,0
|
0,75
|
c.
Manfaat Pengapuran
1) Menaikkan pH tanah
2) Menambah unsur-unsur Ca dan Mg
3) Menambah ketersediaan unsur-unsur P dan Mo
4) Mengurangi keracunan Fe, Mn, dan Al.
5) Memperbaiki kehidupan mikroorganisme dan memperbaiki pembentukan
bintil-bintil akar.
d. Cara Pemberian Kapur.
Kapur diberikan 1 – 2 minggu sebelum tanam bersamaan dengan pengolahan tanah
kedua (penghalusan agregat tanah) sehingga tercampur merata pada separuh
permukaan tanah olah. Kecuali pada tanah padang rumput yang tidak dilakukan
pengolahan tanah diberikan di permukaan tanah olah. Pemberian kapur dengan alat
penebar mekanik bermotor atau traktor akan lebih efektif dan efisien pada lahan
pertanian yang luas.
Pengapuran harus disertai pemberian bahan organik tanah atau pengembalian
sisa panen ke dalam tanah. Hal ini sangat penting untuk menghindari pemadatan
tanah dan pencucian, serta meningkatkan efek pemupukan. Selain itu efek bahan
organik terhadap pH tanah menyebabkan reaksi pertukaran ligand antara asam-asam
organik dengan gugus hidroksil dari besi dan aluminium hidroksida yang
membebaskan ion OH-. Di samping itu, elekrton yang berasal dari
dekomposisi bahan organik dapat menetralkan sejumlah muatan positif yang ada
dalam sistem kolid sehingga pH tanah meningkat (Hue, 1992; Yu, 1989).
Pengapuran pada tanah asam harus memperhatikan beberapa hal yang penting,
yaitu :
Waktu pengapuran yang paling baik adalah pada saat penghujung musim
kemarau, apabila hujan sedang giat-giatnya turun, maka sebaiknya pengapuran
janganlah di lakukan.
Sebaiknya dosis kapur yang di berikan jangan sampai over, karena bisa
menyebabkan tanah menjadi basa, jika tanah basa maka harus di beri belerang,
dan hal ini sungguh sangat merepotkan. Untuk tanah yang terlalu asam, di
anjurkan untuk melakukan pengapuran secara bertahap, misalnya setelah
pengapuran pertama berjalan 2-3 minggu kemudian tanah di kapur lagi.
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Mengetahui tingkat keasaman tanah merupakan hal yang
sangat penting dalam rangka penetapan langkah-langkah selanjutnya pemberdayaan
lahan budidaya.
2. Mengingat pentingnya mengetahui tingkat keasaman tanah
maka para Penyuluh Pertanian sebaiknya dibekali dengan alat pengukur pH tanah
agar setiap saat dapat mengunakannya.
3. Menempatkan tingkat keasaman tanah dan penggunaan
amelioran sebagai materi utama dalam penyuluhan pertanian khususnya untuk
budidaya tanaman kedelai.