Senin, 30 Juli 2012

BUDIDAYA PADI CILET (SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)


I.   Latar Belakang.

Kebiasaan salah yang selama ini dilakukan oleh sebagian petani di Kabupaten Aceh Besar adalah melakukan pembakaran jerami padi segera setelah perontokan selesai. Hal ini dilakukan dengan alasan karena jerami hanya akan menjadi sampah dan sarang hama tikus untuk bersembunyi serta akan mempersulit bila akan dilakukan pengolahan tanah untuk musim berikutnya.

Kebiasaan ini hendaknya segera dirubah, karena apabila petani mau memanfaatkan jerami ini sebagai bahan organik  akan sangat bermanfaat bagi lahan pertanian mereka. Manfaat jerami sangat besar bagi lahan-lahan persawahan maupun lahan daratan untuk pengembalian kesuburan tanah, akan tetapi hanya sedikit petani yang tahu akan manfaat tersebut.

Kalau diperhitungkan secara ekonomis, bila mereka melakukan pembakaran jerami tersebut, berarti mereka telah kehilangan sebahagian besar modal mereka sendiri. Modal tersebut berupa hilangnya unsur hara yang berasal dari jerami yang tidak dapat dimanfaatkan akibat dilakukannya pembakaran.
II.   Analisis Kandungan Hara Jerami Padi

Dari setiap hektar lahan padi yang dipanen akan menghasilkan sebanyak 6 s/d 7 ton gabah kering panen dan menghasilkan 10-15 ton jerami basah. Hasil analisa jerami dengan menggunakan decomposer M-Dec dan tanpa decomposer (Nuraini, 2009) dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Hasil analisis kompos jerami dengan (dekomposer) dan tanpa mikroba perombak.


Parameter
Menggunakan dekomposer M-Dec
Tanpa dekomposer

N-organik (%)
1,51
0,91
N-NH4 (%)
0,05
0,06
N-NO3 (%)
0,08
0,06
N-total (%)
1,64
1,03
P2O5 (%)
0,53
0,69
K2O (%)
2,23
1,12
C-organik (%)
22,06
19,09
C/N
15
21
Air (%)
10,14
9,22

Sumber : Blora, 2007.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dari parameter N-organik pada jerami tanpa decomposer mengandung 0,91 % setara dengan 91 kg N atau setara dengan 100 kg urea. Jika menggunakan decomposer maka N-organik meningkat menjadi 1,51 % setara dengan 151 Kg N atau setara dengan 178 kg Urea.

Dari parameter  P2O5 pada jerami tanpa decomposer mengandung 0.69 % setara dengan 69 kg Phosfat atau setara dengan 96 kg SP-36. Jika menggunakan decomposer maka P2O5  menurun menjadi  0.53 % setara dengan 53 Kg Phosfat atau setara dengan 74 kg SP-36.

Dari parameter K2O pada jerami tanpa decomposer mengandung 1.12 % setara dengan 112 kg Kalium atau setara dengan 93 kg KCl. Jika menggunakan decomposer maka K2O  meningkat menjadi  2.23 % setara dengan 223 Kg Kalium atau setara dengan 186 kg KCl.


III.  Perbandingan dosis pemupukan di Kecamatan Indrapuri dengan kandungan hara jerami padi.

Dari hasil uji PUTS di wilayah Kecamatan Indrapuri pada umumnya dibutuhkan urea 200 Kg/Ha, SP-36 100 kg/Ha, dan KCl 50 kg/ha. Berdasarkan ketersediaan unsur hara dalam jerami seperti yang telah diuraikan diatas dan perbandingannya dengan unsur hara yang dibutuhkan tanaman padi maka dapat diuraikan dalam tabel 2 sebagai berikut :

Tabel 2. Perbandingan kebutuhan unsur hara berdasarkan Dosis uji PUTS dengan kandungan unsur hara pada jerami tanpa dekomposer.


No

Parameter
Dosis hasil uji PUTS (Kg/Ha)
Jerami tanpa dekomposer (Kg/ha)
Kelebihan
(Kg/Ha)
Kekurangan
(Kg/Ha)
1
Urea
200
100
-
100
2
SP-36
100
96
-
4
3
KCl
50
93
43
-

Dari tabel diatas tergambar dengan jelas bahwa bila seluruh jerami dimanfaatkan  tanpa dekomposer diperlukan penambahan urea 100 kg/Ha dan SP-36 4 kg/Ha, sedangkan KCl tidak diperlukan penambahan karena sudah terpenuhi dari jerami bahkan sudah berlebih.

Sedangkan bila menggunakan decomposer maka perbandingannya dapat dilihat dalam tabel 3 berikut.

Tabel 3. Perbandingan kebutuhan unsur hara berdasarkan Dosis uji PUTS dengan kandungan unsur hara pada Jerami dengan Dekomposer M.Dec.

No
Parameter
Dosis hasil uji PUTS (Kg)
Jerami  Dekomposer M.Dec  (Kg)
Kelebihan
(Kg)
Kekurangan
(Kg)
1
Urea
200
150
-
50
2
SP-36
100
74
-
26
3
KCl
50
186
136
-

Dari tabel diatas tergambar bahwa  pemanfaatan jerami dengan dekomposer M.Dec maka diperlukan penambahan urea hanya 50 kg/Ha dan SP-36 26 kg/Ha, sedangkan KCl tidak diperlukan penambahan karena sudah terpenuhi dari jerami bahkan sudah berlebih.









IV. Analisis Ekonomis Jerami Padi.

Kalau dihitung hasil jerami rata-rata sebanyak 10 ton/Ha dengan harga Rp 100 sama dengan Rp 1.000.000-,. Jika jerami dimanfaatkan sebagai kompos dengan menggunakan decomposer M.Dec dan dikonversi dengan harga pupuk pada saat ini maka didapat nilai tambah dari urea sebanyak 150 kg x Rp 2.000,- = Rp 300.000,-, SP-36 sebanyak 74 kg x Rp 3.000,- = Rp 222.000,-, dan KCl sebanyak 186 kg x Rp 8.000,- = Rp. 1.488.000,-. Sehingga jumlah kerugian yang dialami bila jerami dibakar adalah Rp 2.010.000,-.

Selain dapat menambah unsur hara jerami juga dapat memperbaiki struktur tanah. Manfaat jerami sebagai pengganti pupuk kimia, sangat membantu petani dalam menghadapi masa krisis ekonomi dan ini sangat memungkinkan untuk dilaksanakan.

Pemanfaatan jerami menjadi pupuk organik (kompos) untuk tanaman padi sawah, sangat membantu secara ekonomis. Harga pupuk anorganik yang semakin mahal akan semakin sulit bagi petani untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman.
V.   Cara pembuatan pupuk kompos dari jerami padi.

Sebelum melakukan pembuatan kompos jerami ada beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu :

Tahap I : Pembuatan Ramuan Bakteri Pengurai.

a.  Bahan yang dibutuhkan :
-          Pepaya         : 1 Kg
-            Gula Merah     : ¼ kg (bisa juga gula putih)
-          Garam          : 3 Sendok makan
-          Air Nira       : 200 cc ( kalau ada)
-          Air Bersih     : 5 liter

b.  Alat yang dibutuhkan
-          Blender / Lesung
-          Jerigen
-          Plastik gula
-          Saringan Santan
-          Baskom
-          Karet Gelang


c.  Cara Pembuatan bakteri Pengurai :
-      Pepaya yang sudah masak dikupas dan di potong-potong seperti dadu, setelah itu di blender atau di tumbuk di lesung sampai lumat betul.
-      Kemudian gula dan garam dilarutkan lalu dicampurkan ke adonan pepaya.
-      Setelah itu ditambahakan nira lalu diaduk sampai rata kemudian masukan ke jerigen dan di tutup dengan plastik dengan posisi memanjang dan mengempis.
-      Keesokan paginya harus kita lihat apabila plastik penutup menggelembung berarti proses berjalan baik dan segera kita lakukan pengocokan kemudian ditutup kembali seperti semula, pengocokan dilakukan setiap pagi hari. Setelah 4 hari bakteri tersebut sudah jadi yang ditandai dengan plastik penutup tidak menggelembung lagi.

Tahap II : Pembuatan kompos jerami padi :

1.  Kumpulkan jerami sebanyak 1 ton yang akan di buat kompos
2.  Setelah itu buat campuran air dan bakteri pengurai dengan perbandingan air 14 liter  +  bakteri pengurai 1 liter.
3.  Kemudian disemprotkan / disiramkan secara merata di jerami setelah itu ditutup dengan plastik dan dibiarkan selama 4 hari.
4.  Setelah hari ke 4 jerami di balik dan ulangi penyemprotan dengan ramuan tadi.
5.  Setelah 7 hari jerami dibalik kembali dan disemprot dengan ramuan pengurai dan dibiarkan sampai ada tanda-tanda jadi kompos.
6.  Kompos sudah jadi dengan warna cokelat kehitaman dan siap untuk dipergunakan. 
              












VI. Penutup

Jerami dapat dimanfaatkan sebagai kompos dalam upaya peningkatan kadar hara tanah dan memperbaiki struktur tanah.   Mengingat manfaat tersebut diatas jerami tidak boleh dibakar, akan tetapi dikembalikan kelahan pertanian baik dalam bentuk jerami segar maupun    setelah melalui proses pengomposan.

Pembakaran jerami oleh petani di Kecamatan Indrapuri sudah menjadi kebiasaan. Untuk mengurangi kebiasaan yang keliru ini diperlukan dukungan dari berbagai pihak terkait terutama dari pemerintah desa dan kecamatan setempat.











Daftar Pustaka

http://kalbar.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=116:kompos&catid=13:info-aktual&Itemid=93

                                          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar