Selasa, 03 Februari 2015

Strategi Pengembangan LKM di Kabupaten Aceh Besar



1.1. Latar Belakang

Paradigma pembangunan paska reformasi berkembang dengan dinamis. Diantaranya, dampak krisis ekonomi tahun 1998 telah melahirkan kebijakan pembangunan ekonomi masyarakat berpenghasilan rendah berbasiskan pemberdayaan dengan memberikan dana bantuan langsung kepada masyarakat secara bergulir. Kebijakan ini kemudian melahirkan banyak lembaga keuangan di pedesaan dengan berbagai ragam model dan pembinaannya, namun satu kesamaan tujuan, yakni untuk kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, Surat Mendagri kepada Gubernur dan Bupati/Walikota, No : 412.2/3883.SJ, tahun 2009 perihal Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), mengamanatkan untuk melakukan persiapan dan memfasiltasi LKM yang belum berbadan hukum guna berafiliasi kepada LKM yang mempunyai payung hukum, yakni BPR, Koperasi atau BUMDes.

Penelitian menunjukkan bahwa besaran dana bantuan langsung kepada masyarakat secara bergulir melalui berbagai Kementerian dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam APBN dan APBD sampai dengan tahun 2010 secara nasional telah mencapai Rp.300,94 triliun namun tidak semuanya sustainabel. Karakteristik kelembagaan LKM, bahwa dana  bantuan langsung sebelum tahun 2001 masih terkelola oleh institusi pembina dengan aturan yang beragam; wilayah kerja beragam tergantung besaran bantuan dan jumlah penerima manfaat, yakni wilayah kerja antar Rukun Tetangga, tingkat Desa dan Kecamatan; permodalannya berasal dari dana bantuan langsung bergulir APBN dan APBD;  pengelolanya sebagian besar adalah relawan yang tidak mendapat honor. Akumulasi angsuran ada yang terkelola oleh pengurus, bank dan SKPD penanggung jawab kegiatan. 

Sustainabilitasnya dipengaruhi oleh komitmen penerima manfaat, pembinaan dan pengawasan SKPD, terutama pada pasca program, keterlibatan perangkat Rukun Tetangga (RT), Perangkat Desa dan tokoh kunci masyarakat setempat. Afiliasi kelembagaan  cenderung kepada koperasi dan BUMDes, sedangkan untuk LKM dengan wilayah kerja tingkat Kecamatan memilih tetap seperti semula (PNPM MD). Model LKM  sebagai bentuk Integrated Micro Finance yang efektif, efisien dan sustainabel adalah Model LKM yang berorientasi pada pemberdayaan dengan bentuk Perusahaan Desa dan Model LKM yang  berorientasi pada bisnis produk unggulan berbasis klaster berbentuk koperasi. Strategi pengembangannya dengan pemberdayaan dan orientasi keterkaitan ke belakang dan ke depan (backward and forward lingkages).

Untuk mencapai hal di atas, diperlukan regulasi dengan Peraturan Daerah, minimal Peraturan Kepala Daerah agar dana bantuan langsung secara bergulir dari Kementerian atau SKPD terintegrasi dalam satu lembaga keuangan mikro (Integrated Micro Finance) pada tingkat wilayah kerjanya.

1.2. Pengertian  LKM

Dalam  Ledgerwood  (et.all),  Lembaga  Keuangan  Mikro  (LKM) atau  lebih  populerdisebut microfinance institution  didefinisikan  sebagai  “Penyedia  Jasa  Keuangan”  bagi pengusaha kecil  dan  mikro  serta  berfungsi  sebagai  “alat pembangunan bagi masyarakat pedesaan”.

Menurut   Microcredit   Sumit  (1997)  yang   berlanjut   pada   Microcredit Summit  di New York  tahun  2002,  kredit mikro  adalah  “Program”  pemberian  kredit  berjumlah  kecil  ke  warga  paling   miskin   untuk  membiayai   proyek   yang  mereka   kerjakan  sendiri   agar  menghasilkan   pendapatan   yang  memugkinkan  mereka  peduli  terhadap  diri  sendiri  dan  keluarganya,  (Anonimous,  kompas,  “Microcredit Summit”, 15Maret 2005).

Dalam  Draft  UU  Nomor   XXX   Tahun   2007   tentang  Lembaga  Keuangan  Mikro  didefinisikan bahwa Lembaga Keuangan Mikro sebagai  “Badan Usaha  Keuangan”  yang  menyediakan layanan  “Jasa  Keuangan Mikro”,  tidak  berbentuk bank, koperasi,  serta  bukan  pegadaian  tetapi termasuk Badan  Kredit  Desa  (BKD)  dan  Lembaga  Dana  Kredit Pedesaan  (LKPD) yang tidak  memenuhi  persyaraan  sebagai bank,  selanjutnya  disebut  sebagai  LKM Bukan Bank Bukan Koperasi  (LKB B3K)  atau  selanjutnya  disingkat  LKM.

Tohari (2003), LKM  adalah  lembaga  yang  memberikan “Jasa  Keuangan”  bagi pengusaha  mikro  dan  masyarakat berpenghasilan  rendah,  baik  formal, semi formal, dan  informal yang  tidak  terlayani  oleh  lembaga  keuangan  formal  dan  telah berorientasi pasar  untuk  tujuan  bisnis.

Keputusan  Bersama  Menteri  Keuangan,  Menteri  Dalam  Negeri,  Menteri  Negara  Koperasi  dan UKM, Gubernur  Bank  Indonesia Nomor : 351.1 / KMK.010 / 2009, Nomor :  900-639A TAHUN  2009, Nomor :  01/SKB/M.KUKM/IX/2009, Nomor : 11 / 43A / KEP.GBI /2009 tentang Strategi  Pengembangan  Lembaga  Keuangan  Mikro bahwa “Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah LKM yang belum berbadan hukum, dibentuk atas inisiatif Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat seperti Usaha Ekonomi Desa-Simpan Pinjam (UED-SP), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP), Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kelompok Usaha Bersama (KUBE), kelompok Program Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) PNPM Mandiri Perkotaan, kelompok Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Mandiri Pedesaan, Kelompok Unit Program Pelayanan Keluarga Sejahtera (UPPKS), Unit Pengelola Keuangan Desa (UPKD), Kelompok Tani Pemberdayaan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), Lembaga Simpan Pinjam Berbasis Masyarakat (LSPBM), Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dan/atau lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu”.

Lembaga Keuangan Desa (LKD) adalah lembaga yang ditumbuhkan oleh kelompok-kelompok afinitas untuk mengelola keuangan sebagai modal usaha produktif pedesaan


Berdasarkan definisi tersebut maka LKM dalam hal ini adalah Lembaga Keuangan Desa (LKD)  berfungsi  sebagai  lembaga  yang menyediakan jasa  pinjaman untuk  kegiatan  produktif  yang  dilakukan  keluarga  masyarakat  miskin di desa mandiri pangan atau desa afinitas penerima bantuan dana.  Sebagai  lembaga simpanan, LKD  dapat menghimpun dana (saving)  yang  dijadikan prasyarat  bagi adanya  pinjaman.

Jadi, Lembaga Keuangan Desa fungsinya adalah selain menghimpun dana juga memberikan pinjaman  mikro  yang  dapat digunakan  membantu  masyarakat miskin  dalam mengakses sumber-sumber  pembiayaan usaha produktif.  Dilihat  dari aspek  pendapatan lebih  mendekati  kelompok  masyarakat yang  dikategorikan miskin  namun  mendekati memiliki kegiatan ekonomi  (economically active working poor)  dan  masyarakat berpenghasilan  rendah  (lower income).

1.3.  Tujuan
Tujuan Lembaga Keuangan Desa adalah :
1.  Meningkatkan taraf hidup masyarakat usaha mikro dan kecil melalui pendampingan  dan fasilitasi kegiatan usaha ekonomi produktif.
2.  Membentuk dan membuka peluang usaha mandiri dalam wadah Kelompok Usaha Masyarakat (POKUSMA) bagi masyarakat petani dalam upaya meningkatkan pendapatan keluarga.
3.  Menyediakan layanan keuangan bagi masyarakat yang selama ini tidak tersentuh oleh perbankan melalui pendirian LKD sebagai wadah layanan dana bergulir bagi POKUSMA .
4.  Menghilangkan exploitasi para rentenir melalui pendirian LKD dan mendampingi masyarakat miskin untuk pengembangan UEP (Unit Ekonomi Produktif) agar memiliki ketrampilan mengembangkan UEP sehingga mampu melaksanakan peran dan fungsi sosial dan ekonominya dengan baik.

1.4.    Sasaran dan Keluaran.

Sasaran LKD adalah terdampinginya usaha mikro/kecil masyarakat binaan dalam mengakses permodalan melalui perguliran modal di Lembaga Keuangan Desa yang diinisiasi, didirikan, dimiliki dan dikelola masyarakat setempat.
Keluaran (output) terbentuknya Lembaga Keuangan Desa adalah:
1.  Mampu membiayai usahanya sendiri dikelola dengan penuh waktu, bukan pekerjaan sambilan .
2.  Adanya fasilitasi pendampingan dan pelatihan berjenjang dilengkapi modul-modul aplikatif
3.  Produk simpanan dan pembiayaan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
4.  Menerapkan sistem, prosedur, administrasi dan akuntansi standar lembaga keuangan yg dirancang sedemikian rupa sehingga sederhana, efisien dan efektif.
5.  Pengelolaan dan laporan keuangan secara terbuka
6.  Dimiliki dan dikelola oleh masyarakat setempat sehingga tumbuh rasa memiliki dan tanggung jawab
7.  Mampu meningkatkan aset dan menghasilkan laba sehingga tumbuh dan berkembang.
 

II. LKD DALAM PERMODALAN PERTANIAN


Salah satu permasalahan utama pengembangan usaha di bidang pertanian di Indonesia adalah masalah permodalan. Masalah permodalan dan pembiayaan usaha di bidang pertanian tersebut mempunyai cerita yang panjang sejalan upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin.
Berbagai program terobosan telah dilakukan oleh pemerintah, antara lain: 1) Proyek Peningkatan Pendapatan Petani (Departemen Pertanian), 2) Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang dibina oleh Departemen Sosial, 3) Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UUPKS), binaan BKKBN, 4) Program Penguatan UKM yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM, dan 5) dan program-program pemberdayaan masyarakat dengan berbagai bentuk dan strateginya. Semua program tersebut dimaksudkan untuk memberikan penguatan permodalan kepada masyarakat miskin (kelompok masyarakat yang tidak memiliki akses modal/kredit perbankan).
Suatu kemajuan yang telah dicapai dari segi regulasi dan peraturan perundang-udangan adalah telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Dimana kegiatan usaha ekonomi produktif terutama usaha mikro, usaha kecil dan menengah telah diberi tempat yang layak. Berdasarkan undang-undang tersebut kerangka pemberdayaan masyarakat melalui usaha mikro, kecil dan menengah antara lain dapat dilakukan dengan penguatan permodalan, kelembagaan dan sumber daya manusia, pemasaran, produksi dan pengolahan maupun desain dan teknologi.
Dalam prakteknya kelompok usaha ini dalam konteks pemberian pinjaman kredit secara nasional masih belum diberi tempat yang layak. Kelompok usaha ini (usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah) hanya memperoleh akses kurang dari 25% kucuran pemberian pinjaman yang diberikan dalam sistem perkreditan nasional.  Proporsi akses terhadap perkreditan nasional tersebut akan semakin kecil tidak lebih dari 10% jika dilihat dari segi bidang usaha pertanian.
Kehadiran perbaikan bentuk skim kredit atau program pemberdayaan dan strategi penanggulangan kemiskinan nasional dilakukan dalam bentuk pemberian bantuan permodalan (dana bergulir) atau dalam bentuk program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) BUMN merupakan program jangka pendek yang sering terkait orientasi politik.
Para pelaku usaha dalam kelompok usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah memerlukan suatu sistem pendanaan permodalan yang terintegrasi dengan sistem perbankan dan moneter nasional, baik yang dilakukan oleh lembaga keuangan bank maupun lembaga keuangan bukan bank. Oleh sebab itu, RUU Lembaga Keuangan Mikro (LKM) merupakan suatu prasyarat pengembangan usaha ini.
Dalam praktek pengelolaan dana pinjaman di Indonesia, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) hanya memperoleh akses terhadap lembaga keuangan formal  sebesar 12%. Rendahnya akses terhadap kredit perbankan antara lain dikarenakan:  1) skim kredit dan produk bank tidak sesuai dengan kebutuhan usaha mikro, kecil, dan menengah, 2) Anggapan besarnya resiko kredit UMKM, 3) UMKM tidak memiliki agunan yang dipersyaratkan perbankan.
Pengembangan Lembaga Kredit Desa (LKD) dalam permodalan pertanian diarahkan untuk meningkatkan akses kelompok marginal terhadap dana pinjaman. Oleh sebab itu skema kredit dalam layanan lembaga kredit mikro harus berbasis komunitas yang diarahkan untuk mengurangi disparitas akses perkreditan nasional.
Penggunaan skema keuangan mikro berbasis komunitas perlu dikembangkan karena: 1) dapat mengembangkan kerangka kebijakan untuk memberdayakan masyarakat, 2) mendorong upaya kemandirian, 3) meningkatkan jaringan komunitas. Selanjutnya manfaat dari pengembangan skema pembiayaan tersebut adalah: 1) menyediakan pelayanan permodalan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, 2) menawarkan kredit kepada kelompok masyarakat miskin, 3) disesuaikan dengan kesepakatan yang dibuat bersama, 4) menggunakan proses pemberdayaan untuk meningkatkan harga diri, 5) mengembangkan inisiatif sendiri dan keberlanjutan untuk maju dan berkembang.
Pengalaman Koperasi Unit Desa (KUD) yang tidak terpola dalam suatu desain bisnis usaha yang terpola harus diganti dengan desain bisnis yang terpola dan membentuk unit bisnis yang seragam mengelompok, seperti: usaha perunggasan, usaha penggemukan sapi, dan lain-lain, sesuai dengan potensi daerah dan kompetensi petaninya. Untuk pengembangan usaha yang memerlukan pembiayaan permodalan, dikembangkan dalam kerangka usaha secara berjenjang dan terpola. Pengalaman dan pengembangan usaha dengan desain koperasi seperti ini dapat dipelajari dari contoh baik (best practice) yang dikembangkan di Kanada, Jerman, India dan Korea.


 III.    PENGEMBANGAN  MANAJEMEN  LKD


Keuangan mikro telah menjadi topik pembicaraan yang luas, baik di tingkat nasional maupun global, karena perannya yang tidak terlepas dari upaya-upaya pengentasan kemiskinan. Penyediaan keuangan mikro dinilai merupakan salah satu pendekatan yang efektif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat miskin. Keuangan mikro telah memberikan terobosan dalam memberikan akses keuangan bagi penduduk miskin dan para pengusaha mikro, yang umumnya dianggap tidak bankable jika diukur dari persyaratan teknis Bank konvensional.

Tersedianya akses pembiayaan, termasuk juga jasa keuangan lainnya, seperti simpanan, transfer dana dan lain-lain, telah memungkinkan penduduk berpenghasilan rendah tersebut melakukan berbagai kegiatan ekonomi produktif dan mengembangkan kapasitas usahanya secara berkesinambungan sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan hidup mereka.

Dalam rangka mencapai harapan tersebut Lembaga Keuangan Desa harus melakukan penataan teknik operasional dan manajemen sebagai berkut:
1. Organisasi yang efisien, akuntabel dan padat karya;
2. Sistem akuntansi dan pelaporan yang sederhana serta transparan;
3. Pendampingan dan pelatihan bagi pengelola yang memadai dan pemberian insentif berdasarkan kinerja  (performace based);
4. Desentralisasi wewenang dalam keputusan pemberian pinjaman;
5. Pengawasan yang rutin dan teliti;
6. Penyelenggaraan administrasi yang rapi, baik administrasi umum maupun administrasi keuangan;
7. Penetapan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) hasil kesepakatan bersama;

Apapun struktur organisasinya, sebuah Lembaga Keuangan Desa yang berkesinambungan harus memiliki berbagai unsur tersebut.
3.1. Struktur Organisasi.

Secara organisatoris Lembaga Keuangan Desa (LKD) adalah lembaga yang bentuk oleh masyarakat dan ditunjuk oleh kelompok Desa Mandiri Pangan (Demapan) atau kelompok afinitas pada desa penerima bantuan langsung masyarakat sebagai lembaga yang mengelola dana bantuan tersebut. Dengan demikian maka LKD bertanggung jawab kepada kelompok Demapan atau kelompok afinitas di desa tersebut. Sebagai pemberi wewenang, kelompok Demapan atau afinitas berhak untuk melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan serta melakukan audit atas aktivitas keuangan yang dilaksanakan oleh LKD.
 

3.2. Tugas Pokok Pengurus LKD

Pengurus Lembaga Keuangan Desa terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara, Menejer dan Ketua Unit Usaha.
Uraian tugas pokok pengurus adalah sebagai berikut :
1.  KETUA

1) Bertanggungjawab atas aktivitas LKD dan melaporkan perkembangan kegiatan  kepada seluruh anggota dan kelompok afinitas melalui mekanisme rapat yang disepakati.
2) Melakukan pengawasan internal dan pertemuan bulananan/triwulan /semester untuk membahas capaian target LKD serta kendala-kendala yang dihadapi.
3)   Memberikan masukan kepada menejer mengenai strategi-strategi yang dapat dikembangkan dalam pengembangan usaha.
4)   Membantu menejer dalam melakukan evaluasi dan menyusun perencanaan.
5)   Menyelenggarakan rapat anggota dan melaporkan perkembangan LKD secara periodik (triwulan/semester/tahunan) kepada anggota dan kelompok afinitas.
6)   Mengajukan rencana kerja dan anggaran pendapatan/ belanja LKD pada musyawarah anggota.
7)   Mengatur dan melakukan segala tindakan-tindakan dalam rangka menjaga dan melindungi kekayaan LKD.
8)   Menjalin kerjasama dengan pihak-pihak luar dalam rangka mengembangkan usaha LKD.
9)   Bersama Kelompok afinitas melakukan evaluasi kegiatan LKD semesteran dan tahunan.

2.  SEKRETARIS

1)   Mengadministrasikan seluruh berkas yang menyangkut keangotaan lembaga.
2)   Mengadministrasikan semua surat masuk dan keluar yang berkaitan dengan aktivitas lembaga.
3)   Mengadministrasikan dokumen lembaga yang sifatnya permanen, seperti akte pendirian.
4)   Merencanakan rapat rutin koordinasi dan evaluasi kegiatan lembaga.
5)   Menyusun kalender kerja lembaga bersama ketua dan bendahara.
6)   Mendokumentasikan notulasi dan mendistribusikan kepada seluruh pihak yang berkepentingan.

3.  BENDAHARA

1)   Mengeluarkan laporan keuangan lembaga kepada pihak yang berkepentingan.
2)   Melakukan analisis dan memberikan masukan pada rapat pengurus  mengenai perkembangan lembaga dari hasil laporan keuangan yang ada.
3)   Memberikan laporan mengenai perkembangan simpanan wajib dan simpanan pokok anggota.
4)   Mendata ulang anggota yang masih belum melunasi kewajibannya dalam menyetor simpanan pokok dan simpanan wajib.
5)   Melakukan koordinasi dengan sekretaris bila diperlukan mengenai kondisi anggota.

4.  MENEJER

1)   Tersusunnya sasaran, rencana jangka pendek, rencana jangka panjang, serta proyeksi keuangan dan non keuangan
2)   Menyusun rencana anggaran jangka pendek dan jangka panjang.
3)   Mempresentasikan rencana jangka pendek dan jangka panjang kepada Pengurus, dan anggota LKD.
Memberikan arahan /masukan kepada Ketua Unit Usaha dalam upaya pengembangan kegiatan unit usaha.
4)   Mengevaluasi seluruh aktivitas unit usaha.
5)   Menindaklanjuti hasil evaluasi.
6)   Menemukan dan menentukan strategi-strategi baru dalam upaya pengembangan kegiatan unit usaha.
7)   Menjalin kerjasama dengan pihak lain dalam rangka memenuhi kebutuhan lembaga.
8)   Mencari peluang dan membuka kerjasama dengan pihak lain (lembaga/ perorangan) yang dapat secara langsung ataupun tidak langsung memenuhi kebutuhan lembaga.
9)   Menjaga keamanan dana-dana dan pembiayaan yang diberikan serta seluruh asset lembaga
10) Mengupayakan terjaganya likuiditas dengan mengatur manajemen dana seoptimal mungkin hingga tidak terjadi kekosongan kas.
11) Mengupayakan strategi-strategi khusus dalam penghimpunan dana dan penyaluran dana.
12) Mengupayakan strategi-strategi baru dan handal dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah.

5.  KETUA BIDANG USAHA

1)   Pemeriksaaan berkas Rencana Usaha Anggota yang diajukan oleh calon penerima pinjaman.
2)   Melakukan pengawasan terhadap kegiatan anggota yang dibiayai dari dana bidang usahanya.
3)   Menerbitkan laporan perkembangan pembiayaan dalam bidang usahanya.
4)   Memeriksa tingkat kelancaran pembiayaan,  dan laporan mengenai mitra-mitra yang bermasalah.
5)   Menyelesaikan pembiayaan bermasalah
6)   Membuat dan mengirimkan laporan keuangan bidang usahanya atas persetujuan manager kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
7)   Tearsipkannya seluruh dokumen-dokumen keuangan bidang usahanya.

3.3. Pendampingan dan Pelatihan.

Untuk meningkatkan profesionalisme pengurus LKD dalam rangka menggerakkan roda organisasi, maka pendampingan dan pelatihan adalah merupakan kebutuhan mutlak. Pendampingan dilakukan oleh pendamping formal yang telah ditunjuk yaitu Penyuluh Pertanian yang ditugaskan di desa setempat.

Penyuluh pendamping sebaiknya menyiapkan kebutuhan materi pendampingan dan pelatihan. Penetapan materi pendampingan dan pelatihan didasarkan atas kebutuhan sasaran yaitu dengan membandingkan kondisi ideal yang diharapkan dengan kondisi riil yang dimiliki untuk setiap indikator.

Untuk memudahkan pendamping sebaiknya memasukkan kedalam matriks seperti contoh di bawah ini.
No
Indikator
Kondisi Ideal
Kondisi Riil
Kebutuhan Materi
Metoda
1
Kepengurusan
a.Struktur organisasi
b.Tugas pokok
c.Dsb



Pendampingan
2
Penerapan AD/ART
a. Keanggotaan
b. Penerapan sanksi hukum
c. Dsb.



Pendampingan
3
Pengelolaan Dana
a. Penarikan dana
b. Penggunaan dana
c. Pengembalian dana



Pelatihan
4
Penyelenggaraan administrasi
a. Administrasi umum
b. Administrasi keuangan



Pendampingan
5
Perencanaan usaha
a.Rencana usaha anggota
b.Dsb.



Pendampingan
6
Pelaporan



Pendampingan
7
Dsb.





3.4. Pengawasan.

Sebagai lembaga yang ditunjuk/diberi wewenang, maka LKD bertangung jawab kepada kelompok yang menunjuk yaitu kelompok Demapan/afinitas. Kelompok Demapan/afinitas mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap LKD. Selain oleh kelompok Demapan/afinitas, pengawasan juga dilakukan oleh Kepala Desa dan tokoh formal desa lainnya. Pengawasan dapat dilakukan secara berkala/rutin atau insidentil disesuaikan dengan kebutuhan.

Unsur-unsur pengawasan antara lain :
a.  Penerapan aturan main organisasi yang tertuang dalam AD/ART;
b.  Arus penarikan, penggunaan dan pengembalian dana;
c.  Penyelenggaraan administrasi.

3.5. Penyelenggaraan Administrasi.

Administrasi merupakan unsur organisasi yang sangat penting yang dapat menggambarkan eksistensi suatu organisasi. Mengingat pentingnya penyelengaraan administrasi bagi suatu organisasi, maka penataan administrasi LKD merupakan hal yang mutlak untuk dilaksanakan, baik administrasi umum maupun administrasi keuangan.

Langkah-langkah penataan administrasi adalah (1) menginventarisir jenis-jenis administrasi yang diperlukan, (2) pengadaan buku-buku/alat administrasi, (3) bimbingan teknik pengisian oleh pendamping, (4) pengisian buku-buku sesuai dengan kebutuhan untuk masing-masing jenis buku administrasi.


3.6. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) adalah aturan main suatu organisasi. AD/ART yang baik adalah yang mampu mengatur semua unsur organisasi beserta kegiatannya. Hal-hal pokok yang harus dimuat dalam AD/ART Lembaga Keuangan Desa antara lain :
   1)  Nama dan Tempat Kedudukan
   2)  Azas dan Tujuan
   3)  Visi dan Misi
   4)  Kegiatan
   5)  Kepengurusan
   6)  Keanggotaan
   7)  Pengawas
   8)  Pembiayaan

 
IV.  PENUTUP


Materi ini disusun selain untuk disajikan pada latihan Mikro pada kegiatan “Pengembangan Ketersediaan dan Penanganan Rawan Pangan” program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat, tetapi juga diharapkan akan membantu para pengurus LKD, kelompok Demapan/afinitas, pada pendamping dan penanggung jawab kegiatan dalam menetapkan pola pengembangan LKD di Kabupaten Aceh Besar dimasa mendatang.

Dengan tersusunnya pola pengembangan LKD di Kabupaten Aceh Besar, akan menjadi acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam rangka merancang dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugasnya masing-masing.